Home » » Menguji Maqam Tasawuf Ahmad Dhani

Menguji Maqam Tasawuf Ahmad Dhani

Az-Zuhd

Sebelumnya,
 
Belum habis kontroversi Miss World, kini sudah ada lagi berita yang membuat kita terkejut, miris dan terpaksa mengurut dada. Seorang anak berusia belasan tahun yang belum banyak mengeyam pengalaman hidup harus mengalami kecelakaan mobil yang dibelikan oleh orang tuanya. Abdul Qadir Jailani alias Dul, nama anak yang mengalami kecelakaan itu, sedang mengantar pacarnya pulang. Yang lebih senasional lagi, Dul  adalah putra Ahmad Dhani, seorang selebritis yang sering membuat sensasi dan kontroversi di jagat hiburan negeri ini. Mau tidak mau, karena terpengaruh ketenaran dan nama besar sang ayah, kontroversi pun bergulir tak terbendung lagi. Tayangan-tayangan berita dan infotainment di berbagai media pun seperti latah memberitakan segala hal terkait kecelakaan tersebut.

Kasus tersebut seakan menjadi semacam ujian berat bagi “maqam kesufian” Ahmad Dhani. Dhani memang dikenal gandrung terhadap segala hal yang berbau tasawuf. Dia dikenal banyak menggunakan simbol-simbol tasawuf dalam banyak pementasan yang diselenggarakannya, termasuk tarian-tarian Sufi ala para pengikut Jaladuddin Rumi. Anak-anaknya pun diberi nama para ulama-ulama besar di dunia tasawuf seperti Al Ghazali, Jalaluddin Rumi dan Abdul Qadir Jilani. Dhani pun tidak segan-segan menyelipkan ajaran-ajaran tasawuf dalam lagu-lagunya, termasuk ajaran Mansur Al Hallaj yang oleh banyak ulama dianggap telah sesat sehingga dihukum mati oleh penguasa saat itu di kota Baghdad.

Maka, dengan adanya kecelakaan ini, orang jadi bertanya apakah tasawuf memang benar dihayati dan diamalkan dalam kehidupan Dhani ataukah apakah semua itu hanya sekedar simbol belaka untuk aktualisasi dirinya. Kehidupan keluarga sang musisi seakan berbeda 180 derajat dengan ajaran-ajaran tasawuf yang digandrunginya.

Dhani juga cenderung memanjakan anak-anaknya dengan memberikan materi berlimpah termasuk mobil mewah yang sekarang rusak berat karena kecelakaan tersebut. Sebuah mobil Lancer Evo yang bisa melaju kencang dengan kecepatan sekitar 200 KM per jam tentu akan sangat berbahaya bila dikemudikan seorang anak usia belasan tahun.

Kehidupan seperti itu tentu jauh berbeda dari kehidupan para sufi sejati yang hidup zuhud penuh kesederhanaan dan kebersahajaan. Para ulama tasawuf justru mengajarkan murid-muridnya untuk mengekang hawa nafsu dan mengendalikan ego pribadi mereka. Para ulama tersebut justru mendidik diri mereka dan orang-orang yang menuntut ilmu pada mereka untuk meminimalisir keinginan-keinginan duniawi. Ajaran-ajaran agama, temasuk tasawuf, seharusnya tidak sekedar menjadi simbol. Semua itu idealnya turut mewarnai kehidupan kita sehari-hari. Sebagaimana pernah dikatakan seorang penyair dari Libanon, Kahlil Gibran “Kehidupan Sehari-hari adalah tempat ibadah kita yang sebenarnya”.

Muhammad Nahar Rasjidi
Peminat Psikologi

Sumber:
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Rohis Facebook