Home » » 1 Ramadhan & 1 Syawal Ikut Pemerintah

1 Ramadhan & 1 Syawal Ikut Pemerintah

Wajib Taat Selain Maksiat

Oleh: Ustadz Abu Abdillah Ahmad Zain, Lc

Judul Asli: (Ikut Pemerintah Dalam Penentuan Masuk dan Keluarnya Ramadhan)

بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين و صلى الله و سلم و بارك على نبينا محمد و آله و صحبه أجمعين, أما بعد:

Saya melihat Pemerintah Indonesia adalah pemerintah yang dipimpin oleh seorang muslim, yaitu bapak SBY beserta jajarannya, semoga Allah Ta’ala selalu membenarkan langkah-langkah beliau dalam mengurus Negara ini.

Saya melihat kementrian Agama Republik Indonesia sudah sesuai sunnah dalam menentukan masuknya bulan Ramadhan, yaitu dengan ru’yah hilal.

Saya juga telah membaca hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
« الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ ». رواه الترمذى

“Puasa itu pada hari kalian semua berpuasa, berbuka pada hari kalian semua berpuasa dan dan hari ‘iedul Adhha ketika kalian semua berkurban”. (HR Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah no. 224)

Berkata Al Mubarakfury rahimahullah di dalam Tuhfatul Ahwadzi: “Sebagian Ulama menafsirkan bahwa puasa dan berbuka sesungguhnya hanya bersama sekumpulan besar manusia (dari kaum muslimin-pent)”.
Saya juga sangat kagum dengan Indahnya perkataan Al Muhaddits Al-Albani rahimahullah tentang kewajiban mengikuti pemimpin yang sah dan kesatuan kaum muslimin di dalam memulai berpuasa dan berbuka (yaitu mengakhirinya-pent), dan setiap individu hendaknya mengikuti kesatuan kaum muslimin, beliau berkata:
“و هذا هو اللائق بالشريعة السمحة التي من غاياتها تجميع الناس و توحيد صفوفهم ، و إبعادهم عن كل ما يفرق جمعهم من الآراء الفردية ، فلا تعتبر الشريعة رأي الفرد – و لو كان صوابا في وجهة نظره – في عبادة جماعية كالصوم و التعبيد و صلاة الجماعة ، ألا ترى أن الصحابة رضي الله عنهم كان يصلي بعضهم وراء بعض و فيهم من يرى أن مس المرأة و العضو و خروج الدم من نواقض الوضوء ، و منهم من لا يرى ذلك ، و منهم من يتم في السفر ، و منهم من يقصر ، فلم يكن اختلافهم هذا و غيره ليمنعهم من الاجتماع في الصلاة وراء الإمام الواحد ، و الاعتداد بها ، و ذلك لعلمهم بأن التفرق في الدين شر من الاختلاف في بعض الآراء ، و لقد بلغ الأمر ببعضهم في عدم الإعتداد بالرأي المخالف لرأى الإمام الأعظم في المجتمع الأكبر كمنى ، إلى حد ترك العمل برأيه إطلاقا في ذلك المجتمع فرارا مما قد ينتج من الشر بسبب العمل برأيه ، فروى أبو داود ( 1 / 307 ) أن عثمان رضي الله عنه

صلى بمنى أربعا ، فقال عبد الله بن مسعود منكرا عليه : صليت مع النبي صلى الله عليه وسلم ركعتين ، و مع أبي بكر ركعتين ، و مع عمر ركعتين ، و مع عثمان صدرا من إمارته ثم أتمها ، ثم تفرقت بكم الطرق فلوددت أن لي من أربع ركعات ركعتين متقبلتين ، ثم إن ابن مسعود صلى أربعا ! فقيل له : عبت على عثمان ثم صليت أربعا ؟ ! قال : الخلاف شر . و سنده صحيح . و روى أحمد ( 5 / 155 ) نحو هذا عن أبي ذر رضي الله عنهم أجمعين .

فليتأمل في هذا الحديث و في الأثر المذكور أولئك الذين لا يزالون يتفرقون في صلواتهم ، و لا يقتدون ببعض أئمة المساجد ، و خاصة في صلاة الوتر في رمضان ، بحجة كونهم على خلاف مذهبهم ! و بعض أولئك الذين يدعون العلم بالفلك ، ممن يصوم و يفطر وحده متقدما أو متأخرا عن جماعة المسلمين ، معتدا برأيه و علمه ، غير مبال بالخروج عنهم ، فليتأمل هؤلاء جميعا فيما ذكرناه من العلم ، لعلهم يجدون شفاء لما في نفوسهم من جهل و غرور ، فيكونوا صفا واحدا مع إخوانهم المسلمين فإن يد الله مع الجماعة “.

“Hal inilah yang paling sesuai dengan syari’at yang mudah, yang mana tujuannya mengumpulkan manusia dan menyatukan barisan mereka, menjauhkan mereka dari setiap hal yang memecah belahkan kesatuan mereka, syari’at Islam tidak menganggap pendapat personal -meskipun benar di dalam pandangannya- di dalam ibadah yang dilakukan secara bersama-sama, seperti; berpuasa, berhari raya, shalat berjama’ah.
Bukankah Anda melihat para shahabat nabi radhiyallahu ‘anhum, sebagian mereka shalat dibelakang yang lainnya, padahal di antara mereka ada yang berpendapat bahwa menyentuh wanita dan kemaluan serta keluarnya darah membatalkan wudhu, sedangkan di antara mereka ada yang tidak berpendapat demikian, di antara mereka ada yang menyempurnakan shalat ketika safar dan diantara mereka ada yang mengqashar, tidak menjadikan perbedaan mereka dalam permasalahan ini atau yang lainnya, melarang mereka untuk bersatu di dalam perkara shalat di belakang satu imam dan menganggap shalatnya sah. Yang demikian itu, karena pengetahuan mereka bahwa berpecah belah di dalam perkara agama adalah lebih buruk daripada hanya sekedar berselisih di dalam beberapa pendapat.

Bahkan perkara bersatu ini, sampai kepada bahwa sebagian mereka tidak menganggap pendapat yang menyelisihi pendapat pemimpin yang utama di dalam kesatuan umat yang sangat besar, seperti keadaan ketika di Mina, yang menyebabkan meninggalkan pendapat mereka. Sampai-sampai ada yang benar-benar meninggalkan beramal dengan pendapatnya di kumpulan masyarakat tersebut, agar terlepas dari sesuatu yang mengakibatkan keburukan karena beramal dengan pendapatnya.

Abu Daud meriwayatkan (1/307): bahwa Utsman radhiyallahu ‘anhu pernah mengerjakan shalat di Mina empat raka’at (dengan menyempurnakannya tanpa di qashar-pent), berkatalah Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu seraya mengingkari atas perbuatan Utsman radhiyallahu ‘anhu: “Aku pernah shalat (di Mina-pent) bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dua raka’at, bersama Abu Bakar dan Umar dua raka’at, lalu bersama Utsman radhiyallahu ‘anhu di awal kepemimpinan dua raka’at kemudian setelah itu Utsman menyempurnakan menjadi empat raka’at, kemudian terpecah belah jalan bagi kalian. Maka aku berharap dari empat raka’at ini, dua raka’atnya semoga diterima”. Lalu Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu shalat empat raka’at (mengikuti Utsman radhiyallahu ‘anhu -pent), maka ada yang berkata: “Engkau menegur Utsman radhiyallahu ‘anhu atas empat raka’atnya tetapi engkau sendiri shalatnya empat raka’at (ketika di Mina-pent), beliau menjawab: “Perbedaan itu adalah buruk”. (Sanadnya shahih dan Imam Ahmad meriwayatkan juga seperti ini dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhum seluruhnya)

Maka orang-orang yang masih saja berbeda pada shalat mereka dan tidak mengikuti imam di beberapa masjid, hendaklah memperhatikan tentang hadits dan riwayat yang disebutkan tadi, khususnya pada shalat witir dengan alasan bahwa imam tidak sesuai dengan madzhab mereka! juga sebagian mereka yang mengaku mengetahui ilmu hisab, sehingga berpuasa dan berbuka sendirian, baik itu mendahului atau terlambat dari kesatuan kaum muslimin, bersandarkan dengan pendapat dan pengetahuannya, tanpa memperhatikan bahwa ia telah keluar dari kesatuan kaum muslimin.

Sekali lagi, hendaklah orang-orang tesebut memperhatikan dari apa yang telah kami sebutkan dari ilmu pengetahuan, semoga saja mereka mendapatkan obat penawar bagi kebodohan dan kekeliruan yang ada pada diri mereka. Yang mana pada akhirnya, mereka menjadi satu barisan dengan kaum muslimin, karena sesungguhnya Tangan Allah bersama kesatuan (kaum muslim)”. (Lihat kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, (1/50) dalam penjelasan hadits no. 229)

Oleh karenanya, mari Ikuti Pemerintah kita dalam penentuan masuk dan keluarnya Bulan Ramadhan agar kesatuan kaum muslimin di Indonesia tetap terjaga.
Selamat menunaikan Ibadah Puasa di Bulan Ramadhan Penuh Berkah tahun 1432H. Semoga Allah Ta’ala selalu memberikan hidayah dan taufik-Nya kepada kaum muslim
.
Ahmad Zainuddin
Dammam, KSA
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Rohis Facebook

+ Create Comment + 7 Responses so far.

Anonim
30 Agustus 2011 pukul 05.30

Dari Abu Umair bin Anas dan paman-pamannya dari kalangan kaum Anshar
Radhiyallahu ‘anhum berkata : “Awan menutupi kami pada hilal Syawal. Maka pagi
tersebut kami berpuasa. (Kemudian) datanglah kafilah pada sore harinya. Mereka
bersaksi kepada Rasulullah, bahwa kemarin mereka melihat hilal. Maka Rasulullah
memerintahkan orang-orang untuk berbuka saat itu juga, dan keluar besok paginya
untuk shalat Ied”

Begitu lah Rasulullah menanggapi INFORMASI. Di era iformasi global saat ini.. Saya pilih kesatuan uh lebih luass.. Saya ikut imam Mekkah aja daaaah. Lha Wong idul adha pun ..bendera2 mazhab ummaat Muslim Indonesia ikut putusan mekkah Khan?

30 Agustus 2011 pukul 11.52

saudara Anonim@
Semoga Allah senantiasa memberkahi ilmu antum

tdk bisa ditepis bhwa perkara ini adalah perkara ijitihadiyyah dr ulama salaf hingga Khalaf, sumbu khilafx adlh pd ru’yah hilal.ru’yah hilal apabila di satu ngeri kaum muslimin tlah melihat hilal sedangkan ngeri lain blum melihatx.Apakah kaum muslimin di ngeri lain jg mengikuti hilal tsbt ataukah hilal tsbt hny belaku bagi ngeri yg melihatx n negeri yg satu matholi’ tmpt terbit hilal)dngnx.

Pendapat yg lbh kuat adlh kmbali pd ru’yah hilal di negeri setempat. Jk dua ngeri masih satu matholi’ hilal, maka keduax dianggap sma dlm hilal. Jk di slh satu ngeri yg satu matholi’ td tlh mlihat hilal, maka hilalx brlaku tuk ngeri tetanggax tadi. Adapun jika beda matholi’ hilal, maka setiap ngeri memiliki hukum masing-masing. Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Pendapat inilah yang lebih bersesuaian dengan Al Qur’an, As Sunnah dan qiyas.

30 Agustus 2011 pukul 11.54

Dalil dari Al Qur’an yaitu firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185). Dipahami dari ayat ini, barang siapa yang tidak melihat hilal, maka ia tidak diharuskan untuk puasa.

Adapun dalil dari As Sunnah, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا ، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا

“Jika kalian melihat hilal Ramadhan, maka berpuasalah. Jika kalian melihat hilal Syawal, maka berhari rayalah.” (HR. Bukhari no. 1900 dan Muslim no. 1080). Dipahami dari hadits ini, siapa saja yang tidak menyaksikan hilal, maka ia tidak punya kewajiban puasa dan tidak punya keharusan untuk berhari raya.

30 Agustus 2011 pukul 11.55

Adapun dalil qiyas, mulai berpuasa dan berbuka puasa hanya berlaku untuk negeri itu sendiri dan negeri yang terbit dan tenggelam mataharinya sama. Ini adalah hal yang disepakati. Engkau dapat saksikan bahwa kaum muslimin di negeri timur sana -yaitu Asia-, mulai berpuasa sebelum kaum muslimin yang berada di sebelah barat dunia, begitu pula dengan buka puasanya. Hal ini terjadi karena fajar di negeri timur terbit lebih dulu dari negeri barat. Begitu pula dengan tenggelamnya matahari lebih dulu di negeri timur daripada negeri barat. Jika bisa terjadi perbedaan sehari-hari dalam hal mulai puasa dan berbuka puasa, maka begitu pula hal ini bisa terjadi dalam hal mulai berpuasa di awal bulan dan mulai berhari raya. Keduanya tidak ada bedanya.

Akan tetapi yang perlu jadi perhatian, jika dua negeri yang sama dalam matholi’ (tempat terbitnya hilal), telah diputuskan oleh masing-masing penguasa untuk mulai puasa atau berhari raya, maka wajib mengikuti keputusan penguasa di negeri masing-masing. Masalah ini adalah masalah khilafiyah, sehingga keputusan penguasalah yang akan menyelesaikan perselisihan yang ada.

Berdasarkan hal ini, hendaklah kalian berpuasa dan berhari raya sebagaimana puasa dan hari raya yang dilakukan di negeri kalian (yaitu mengikuti keputusan penguasa). Meskipun memulai puasa atau berpuasa berbeda dengan negeri lainnya. Begitu pula dalam masalah puasa Arofah, hendaklah kalian mengikuti penentuan hilal di negeri kalian.

30 Agustus 2011 pukul 12.03

saudara Anonim@
Semoga Allah senantiasa memberkahi ilmu antum
Kalimat saudara yg ini :

'Saya pilih kesatuan uh lebih luass..', klo yg dimksd 'lebih luass' dlm artian bhwa yg ikut Makkah lbh bnyk drpd pemerintah masing2 daerah di INDONESIA DAN di Negeri2 lainx di seluruh Dunia, MAKA tolong Akhi datangkan Data-datax..,bhwa yg ikut Makkah lbh bnyk dr pada yg ikut Pemerintah di NEGARA2 SELURUH DUNIA...??!

30 Agustus 2011 pukul 12.12

saudara Anonim@
Semoga Allah senantiasa memberkahi ilmu antum
Kalimat saudara yg ini :

Lha Wong idul adha pun ..bendera2 mazhab ummaat Muslim Indonesia ikut putusan mekkah Khan?

insya Allah kedepanx akan saya posting tentang Idul Adha..., cuma sy tdk tau apakah Para Imam Mahdzab Ijma bhwa wajib satu matholi’ hilal, Wallahu 'alam

30 Agustus 2011 pukul 12.15

afwan sy Nukilkan jawab dr Ust. Muhammad Abduh Tuasikal, antum bs lihat jg di http://muslim.or.id/ramadhan/berhari-raya-dengan-siapa.html

beliau berkata:

Ketahuilah bahwa dalam masalah ini apakah yang jadikan patokan hilal global/internasional ataukah hilal lokal , kedua beda pendapat ini sudah trjadi sejak masa silam dan masing2 pihak memiliki argumen yg sama kuat. Bahkan sbgmana dalam fatwa di atas, dalil yg digunakan oleh masing2 pihak kadang adalah dgn dalil yg sama.

kalo memang terjadi perselisihan spt ini, mk kita kembalikan kpd keputsan pemerintah dan itu yang lebih selamat . Dan menurut kaedah fiqih: HUKMUL HAKIM YARFA’UL KHILAF .

Kemudian ada hujah yg sangat kuat pula bahwa hilal sebenarnya bukan hanya fenomena alam. Namun menurut syaikhul islam dlm majmu’ fatawanya bhw hilal juga adalah fenomena sosial. Jd maksudnya adalah berpuasa dan berhari raya hendaknya dengan orang bnyak. Sebagaimana hal ini terdapat dalam hadits: AWAL PUASA ADALAH DGN HARI YG KALIAN SEMUA BERPUASA, IDUL FITRI ADALAH HARI YG KALIAN SEMUA MERAYAKAN IDUL FITRI, IDUL ADHA ADALAH HARI YG KALIAN SEMUA MERAYAKN IDUL FITRI. (HR. Abu daud, tirmidzi, ibnu majah. Shohih sbgmana kata syaikh al albani dlm silsilah ash shohihah)

Jadi dlm rangka kita mengamalkan ayat : TAATILAH ALLAH DAN TAATILAH RASULNYA SERTA ULIL AMRI DI ANTARA KALIAN , juga dalam rangka mengamalkan hadits nabi dari hudzaifah bin al yaman: DENGARLAH DAN TAATILAH PEMIMPIN KALIAN, WALAUPUN MEREKA MEMUKUL PUNGGUNG KALIAN DAN MENGAMBIL HARTA KALIAN, TETAP DENGARLAH DAN TAAT PD PEMIMPIN TERSEBUT. (HR. Muslim no.1847)

Smoga Allah memudahkan kita mendapat petunjuk dan taufikNYA.

Muhammad Abduh Tuasikal
-----------

Posting Komentar

Terima Kasih banyak atas saran dan kritiknya.

Sama seperti peraturan yang dibuat oleh para blogger pada umumnya.., cuma disini saya harapkan agar para pengunjung untuk lebih fokus pada artikel kami yang bertemakan Agama (Islam), khususnya untuk saudara-saudari kami yang Muslim dan Muslimah.

0. Yang OOT silahkan masuk ke menu Buku Tamu/Blogwalking!
1. Komentar yang berbau JUDI/TOGEL, Porno tidak akan di Moderasi!
2. Komentar yang berbau JUDI/TOGEL, Porno tidak akan di Moderasi!
3. Harus Sopan
4. Admin tidak meladeni Debat kusir
5. Bercanda gk boleh ada unsur pornonya dan unsur Bohongnya
6. Silahkan melampirkan link Mati, gk boleh link hidup