![]() |
Zakat Penghasilan |
Sebelumnya,rohis-facebook.blogspot.com/ telah mengungkap panduan zakat emas dan perak, ditambah dengan zakat perhiasan.
Untuk saat ini, alat tukar menukar sudah beralih, bukan lagi dinar
(emas) dan dirham (perak) seperti di masa silam. Kedua mata uang
tersebut sudah tergantikan oleh uang kertas. Sama halnya dengan emas dan
perak, uang kertas pun terkena kewajiban zakat. Bagi yang punya
simpanan atau memiliki penghasilan bulanan dan telah mencapai nishob
serta sudah mencapai haul, maka wajib dizakati sebesar 2,5%. Berikut
panduan sederhana yang dapat kami hadirkan.
Zakat Mata Uang
Mata uang wajib dizakati karena fungsinya sebagai alat tukar
sebagaimana emas dan perak yang ia gantikan fungsinya saat ini. Hukum
mata uang ini pun sama dengan hukum emas dan perak karena kaedah yang
telah ma’ruf “al badl lahu hukmul mubdal” (pengganti memiliki hukum yang sama dengan yang digantikan).
Mata uang yang satu dan lainnya bisa saling digabungkan untuk
menyempurnakan nishob karena masih dalam satu jenis walau ada berbagai
macam mata uang dari berbagai negara.[1]
Yang jadi patokan dalam nishob mata uang adalah nishob emas atau
perak. Jika mencapai salah satu nishob dari keduanya, maka ada zakat.
Jika kurang dari itu, maka tidak ada zakat. Jika kita perhatikan yang
paling sedikit nishobnya ketika ditukar ke mata uang adalah nishob
perak. Patokan nishob inilah yang lebih hati-hati dan lebih menyenangkan
orang miskin. Besaran zakat mata uang adalah 2,5% atau 1/40 ketika
telah mencapai haul.[2]
Contoh perhitungan zakat mata uang:
Simpanan uang yang telah mencapai haul adalah Rp.10.000.000,-
Harga emas saat masuk haul = Rp.500.000,-/gram (perkiraan). Nishob emas = 85 gram x Rp.500.000,-/gram = Rp.42.500.000,-.
Harga perak saat masuk haul = Rp.5.000,-/gram (perkiraan). Nishob perak = 595 gram x Rp.5.000,-/gram = Rp.2.975.000,-.
Yang jadi patokan adalah nishob perak. Simpanan di atas telah
mencapai nishob perak, maka besar zakat yang mesti dikeluarkan = 1/40 x
Rp.10.000.000,- = Rp.250.000,-.
Zakat Penghasilan atau Gaji Bulanan
Sama halnya dengan emas dan perak, zakat penghasilan harus memenuhi
syarat yang telah disebutkan. Di antara syarat tersebut adalah
penghasilan tersebut telah mencapai nishob dan telah haul (masa satu tahun). Yang jadi patokan adalah nishob perak sebagaimana penjelasan dalam nishob mata uang.
Namun perlu dipahami bahwa pekerja itu ada dua kondisi dilihat dari penghasilannya (gajinya):
Pertama: Orang
yang menghabiskan seluruh gajinya (setiap bulan) untuk memenuhi
kebutuhannya dan tidak ada sedikit pun harta yang disimpan. Kondisi
semacam ini tidak ada zakat.
Kedua: Pekerja
yang mampu menyisihkan harta simpanan setiap bulannya, kadang harta
tersebut bertambah dan kadang berkurang. Kondisi semacam ini wajib
dikenai zakat jika telah memenuhi nishob dan mencapai haul.
Adapun sebagian orang yang mengatakan bahwa zakat penghasilan itu
sebagaimana zakat tanaman (artinya dikeluarkan setiap kali gajian yaitu
setiap bulan), sehingga tidak ada ketentuan haul (menunggu satu tahun),
maka ini adalah pendapat yang tidak tepat.[3]
Contoh perhitungan zakat penghasilan:
Misal harta yang tersimpan dari mulai usaha atau mulai bekerja:
Pada tahun 1432 H, Muharram: Rp.500.000,-
Safar: Rp.1.000.000,-
Rabiul Awwal: Rp.500.000,-
Rabiuts Tsani: Rp.1.000.000,- (sudah mencapai nishob perak, sekitar Rp. 3 juta,-)
Berarti perhitungan haul (satu tahun) dimulai dari Rabiuts Tsani 1432 H dan Rabiuts Tsani tahun berikut wajib zakat.
Jumadal Ula: Rp.1.000.000,-
Jumadal Akhir: Rp.2.000.000,-
Rajab: Rp.1.000.000,-
Sya’ban: Rp.500.000,-
Ramadhan: Rp.2.000.000,-
Syawwal: Rp.2.000.000,-
Dzulqo’dah: Rp.3.000.000,-
Dzulhijjah: Rp.2.000.000,-
Pada tahun 1433 H, Muharram: Rp.3.000.000,-
Safar: Rp.2.000.000,-
Rabiul Awwal: Rp.1.000.000,-
Rabiuts Tsani: Rp.2.500.000,-
Di awal Rabi’uts Tsani, total harta simpanan = Rp.25.000.000,-
Zakat yang dikeluarkan = 1/40 x Rp.25.000.000,- = Rp.625.000,-
Simak beberapa bahasan zakat berikut ini:
2. Keutamaan Menunaikan Zakat
3. Akibat Enggan Menunaikan Zakat
Semoga sajian singkat ini semakin bermanfaat. Jangan lupakan zakat,
karena pengeluaran zakat akan senantiasa memberkahi harta kita. Semoga
Allah senantiasa memberi hidayah demi hidayah.
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 25 Jumadal Akhir 1433 H
[1] Lihat Al Wajib Al Muqorin, hal. 31.
[2] Lihat Syarh ‘Umdatul Fiqh, 1: 511 dan tulisan di link http://www.saaid.net/Doat/dhafer/59.htm.
[3] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2: 27-28 dan fatwa Syaikh Sholeh Al Munajjid dalam Al Islam Sual wal Jawab no. 26113.