Home » » Sembilan Kesesatan Syiah Menurut Syekh Yusuf Al Qaradhawi (1)

Sembilan Kesesatan Syiah Menurut Syekh Yusuf Al Qaradhawi (1)


DR Yusuf Al Qaradhawi dalam Fatawa Mu’ashirah, menjelaskan 9 perbedaan tajam antara Ahlus Sunnah yang moderat dengan Syi’ah Imamiyah Itsna Asy’ariah/12 Imam. Berikut ini fatwa beliau:

1. Sikap Syi’ah terhadap Al Qur`an

Sikap mereka terhadap Al Qur`an seperti yang telah saya jelaskan berulang-ulang kali bahwa mereka tetap percaya dengan Al Qur`an yang kita hafal. Mereka berkeyakinan bahwa Al Qur`an adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mushaf yang dicetak di Iran dengan mushaf yang dicetak di Mekah, Madinah dan Kairo adalah sama. Al Qur`an ini dihafal oleh anak-anak Iran di sekolah-sekolah agama (madrasah/pesantren) di sana. Para ulama Iran juga mengutip dalil-dalil Al Qur`an di dalam masalah pokok-pokok dan furu di dalam ajaran Syi’ah yang telah ditafsirkan oleh para ulama mereka di dalam kitab-kitabnya. Namun masih tetap ada di antara mereka yang berkata, “Sesungguhnya Al Qur`an ini tidak lengkap. Karena ada beberapa surat dan ayat yang dihilangkan dan akan dibawa oleh Al Mahdi pada saat dia muncul dari persembunyiannya.”

Mungkin saja sebagian besar ulama mereka tidak mempercayai hal ini. Sayangnya mereka tidak mengkafirkan orang yang telahmengatakan hal di atas. Inilah sikap yang sangat berbeda dengan sikap Ahlu Sunnah, yaitu barangsiapa yang meyakini telah terjadi penambahan dan pengurangan terhadap Al Qur`an, maka dengan tidak ragu lagi, kami akan cap dia sebagai orang kafir.

Padahal keyakinan seperti ini terdapat di dalam kitab-kitab rujukan mereka, seperti AlKaafiy yang sebanding dengan kitab Shahih Al Bukhari bagi Ahlu Sunnah. Kitab ini telah dicetak dan diterjemahkan laludidistribusikan ke seluruh dunia tanpa ada penjelasan apa-apa di dalamnya. Ada pepatah di masyarakat, “Orang yang diam terhadap kebatilan, sama dengan orang yang membicarakannya.”

2. Sikap Syi’ah terhadap As Sunnah

Definisi As Sunnah menurut Ahlu Sunnah adalah sunnah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang telah dimaksum oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Dia perintahkan umat Islam untuk menaati beliau di samping taat kepada-Nya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Katakanlah, “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban Rasul (Muhammad) itu hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu hanyalah apa yang dibebankan kepadamu. Jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk,” (QS An Nur [24]: 54). ”dan taatlah kepada Rasul (Muhammad), agar kamu diberi rahmat,”(QS An Nur [24]: 56). “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya),”(QS An Nisa [04]: 59). “Katakanlah (Muhammad), “Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir,” (QS Ali Imran [03]: 32). “Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah. Dan barangsiapa berpaling (dari ketaatan itu), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka,” (QS An Nisa [04]: 80). “Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut keinginannya. Tidak lain (Al Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),” (QS An Najm [53]: 3-4) dan ayat-ayat yang lainnya.

Akan tetapi batasan As Sunnah menurut Syi’ah adalah sunnah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para imam mereka yang maksum. Maksudnya,sunnah mencakup bukan hanya sunnah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melainkan jugasunnah kedua belas imam mereka. Imam mereka yang 12 orang tersebut wajib ditaati sebagaimana taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan rasul-Nya yang dikuatkan dengan wahyu. Mereka telah menambahkan perintah Al Qur`an untuk taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan rasul-Nya yaitu agar taat kepada makhluk yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala sendiri tidak memerintahkannya. Lebih dari itu, kita mengkritik Syi’ah karena telah meriwayatkan sunnah dari orang-orang yang tidak tsiqah (terpercaya) karena tidak memenuhi unsur keadilan dan kesempurnaan hafalan.

Oleh karena itu, kitab-kitab rujukan Ahlu Sunnah tidak diterima oleh mereka. Mereka tidak mau menerima kitab Shahih Bukhari, Muslimdan Kutub Sittah lainnya, tidak mau menerima kitab Al Muwatha,Musnad Ahmad dan kitab-kitab yang lainnya.

3. Sikap Syi’ah terhadap Para Sahabat

Pandangan negatif mereka terhadap para sahabat merupakan pokok dan dasar ajaran Syi’ah. Sikap mereka itu adalah turunan dari pokok ajaran mereka yang meyakini bahwa, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berwasiat jika beliau wafat, maka Ali bin Abi Thalib adalah pengganti beliau. Akan tetapi para sahabat menyembunyikan wasiat ini dan mereka merampas hak Ali ini secara zalim dan terang-terangan. Para sahabat telah berkhianat terhadap Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menjadi wasilah mereka mendapatkan petunjuk dan mereka hidup di zaman beliau untuk menolongnya walaupun dengan nyawa dan segala yang mereka miliki.

Yang mengherankan, apakah mungkin para sahabat bersekongkol untuk melakukan hal ini, sementara Ali Radhiyallahu ‘Anh –sang pemberani- hanya bisa diam saja tidak berani mengumumkan haknya ini. Justru Ali malah ikut membaiat Abu Bakar, Umar dan kemudian Utsman. Ali tidak berkata kepada salah seorang dari mereka itu, ”Sesungguhnya aku mempunyai wasiat dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Akan tetapi, mengapa kalian bersikap seolah-olah tidak tahu? Mengapa kalian hanya bermusyawarah dengan enam orang saja dan kalian menyibukkan diri kalian sendiri? Siapakah orangnya yang harus memilih sedangkan umat Islam telah menetapkan hal ini dengan wasiat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam?” Mengapa Ali tidak mau menjelaskan hal ini? Kemudian, jika memang Al Hasan bin Ali benar-benar telah tercatat sebagai khalifah setelah Ali karena ada wasiat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam, tapi mengapa justru Al Hasan mengalah dan memberikan jabatan khalifah ini kepada Mu’awiyah? Mengapa Al Hasan melakukan hal ini, padahal ini merupakan perintah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala? Dan mengapa justru Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam di dalam haditsnya (hadits ramalan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam) memuji sikap Al Hasan ini?

Pertanyaan ini tidak bisa dijawab sama sekali oleh mereka.

Inilah tuduhan palsu mereka terhadap para sahabat yang tidak terbukti. Keterangan mereka ini sangat bertentangan dengan keterangan yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebutkan di dalam beberapa surat Al Qur`an. Seperti di akhir surat Al Anfal, surat At Taubah, surat Al Fath di pertengahan di akhirnya, surat Al Hasyr dan surat-surat lainnya.

Demikian pula As Sunnah telah memuji para sahabat baik secara umum maupun secara khusus. Juga zaman mereka itu dianggap sebagai sebaik-baik zaman setelah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Juga apa yang dicatat oleh sejarah tentang mereka. Mereka adalah orang-orang yang telah menghafal Al Qur`an dan dari mereka lah umat menukilnya. Mereka juga adalah orang-orang yang telah menukil As Sunnah dan menyampaikan apa yang mereka nukil dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam baik perkataan, perbuatan maupun persetujuan beliau kepada umat ini.

juga adalah orang-orang yang telah melakukan futuh (pembebasan negeri lain dengan damai) dan membimbing umat ini menuju tauhid Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan risalah Islam. Mereka juga telah mempersembahkan kepada bangsa-bangsa yang dibebaskannya contoh-contoh teladan Qur’ani yang dijadikan sebagai petunjuk.

BERSAMBUNG
Sumber:
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Rohis Facebook