Home » » Komisioner KPI: Panitia Miss World Harus Dengarkan Keberatan Masyarakat

Komisioner KPI: Panitia Miss World Harus Dengarkan Keberatan Masyarakat


Kompetisi perwakilan perempuan dari sejumlah negara untuk memerebutkan gelar Miss World, jelas merupakan eksploitasi perempuan. Mengingat yang menjadi penentu kemenangan tetaplah didominasi penilaian dari segi fisik belaka. Karenanya sangat dipahami jika sejumlah pihak menolak perhelatan Miss World di Indonesia, seperti Nahdlatul Ulama, Pemuda Muhammadiyah, Komnas HAM, KAMMI dan lain-lain. Demikian disampaikan Azimah Subagijo, Ketua Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi (MTP) di Jakarta, siang ini (5/9).

Menurut Azimah, Undang-Undang Pornografi dan Undang-Undang Penyiaran antara lain adalah dua undang-undang yang secara tegas melindungi perempuan dari eksploitasi seksual dan perendahan martabat atasnya. Disebutkan pada pasal 10 UU 44 tahun 2008 tentang pornografi, bahwa setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan,  atau yang bermuatan pornografi lainnya,  dan Undang-Undang Penyiaran pasal 36 ayat 6  “isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional, dan pasal 48 ayat 4 pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurang-kurangnya berkaitan dengan (d) pembatasan adegan seks, kekerasan dan sadisme,  dan (e) perlindungan terhadap anak, remaja dan perempuan.

Terkait isu ini, Azimah yang juga anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengakui sejumlah aduan berbagai kelompok masyarakat kepada KPI, berdatangan di hari-hari belakangan ini. Aduan tersebut baik yang disampaikan secara langsung maupun melalui media komunikasi. Seperti kedatangan Forum Persaudaraan untuk Perempuan dan Anak Indonesia (FRENDS) yang hadir siang ini di kantor KPI Pusat. Untuk itu Azimah mengimbau agar pihak penyelenggara mempertimbangkan masukan-masukan dari masyarakat tersebut demi terjaganya NKRI. Yang jelas, ujarnya,  ada sebagian masyarakat yang terluka atas penyelenggaraan Miss World ini. “Selama ini ikut sertanya Indonesia dalam ajang kontes semacam ini sejak 2006 sudah menimbulkan kecaman, apalagi kini penyelenggaraannya di tanah air”, ujarnya.

Paling tidak,ujar Azimah,  pihak penyelenggara harus memberi garansi bahwa tidak akan ada eksploitasi seks yang terjadi dalam pentas Miss World kali ini seperti sesi bikini atau swim suit, baju mandi atau handukan, gaun malam berdada rendah atau backless dan sejenisnya. Terutama jika ditayangkan di media penyiaran, kegiatan semacam ini harus tetap mengikuti aturan yang ditetapkan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). Bahkan kalau bisa, tambahnya, otoritas Indonesia sebagai tuan rumah dapat ajak seluruh peserta berbusana santun layaknya busana tradisional yang ada di tanah air yang tidak mencederai nilai-nilai sosial, agama dan martabat perempuan.

Sumber:
http://www.islampos.com/
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Rohis Facebook