Home » » KUMPULAN TANYA JAWAB RAMADHAN BAGIAN 3 TAMAT (NEW....!)

KUMPULAN TANYA JAWAB RAMADHAN BAGIAN 3 TAMAT (NEW....!)

Konsultasi Ramadhan

Wanita tidak Puasa karena Menyusui, Qadha’ ataukah Fidyah?

Pertanyaan:
Bolehkah orang yang menyusui tidak berpuasa? Kapan dia harus meng-qadha‘-nya? Haruskah dia memberi makan orang miskin?

Jawaban:
Seorang ibu jika mengkhawatirkan anaknya jika (ia-ed.) berpuasa, karena hal itu akan mengurangi kandungan susu dan membahayakan anak, maka dia boleh berbuka, tetapi dia harus meng-qadha‘-nya setelah itu, karena posisinya seperti orang sakit. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Q.S. Al-Baqarah: 185).

Jika halangan itu sudah tidak ada, maka dia harus meng-qadha‘-nya, baik di musim dingin karena waktunya pendek dan udaranya dingin, atau jika tidak bisa di musim dingin bisa dikerjakan di tahun yang akan datang. Adapun menggantinya dengan memberi makan orang miskin tidak boleh dilakukan kecuali jika halangan atau udzur itu datang secara terus menerus yang tidak akan hilang. Dalam keadaan seperti, dia boleh memberi makan kepada orang miskin sebagai pengganti dari puasa.

Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
------------

Hukum Puasa Sambil Bersantai

Pertanyaan:
Jika orang yang berpuasa menghabiskan waktu siangnya untuk bersantai untuk menghilangkan rasa lapar dan dahaga yang sangat, apakah hal itu dapat mempengaruhi sahnya puasa?

Jawaban:
Tindakan tersebut tidak mempengaruhi sahnya puasa dan bahkan di dalamnya ada tambahan pahala karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Aisyah, “Pahalamu tergantung kepada kesusahanmu.” (H.R. al-Bukhari dan Muslim).

Jika kepayahan manusia untuk taat kepada Allah semakin besar, maka semakin besar pula pahalanya. Hendaknya dia melakukan sesuatu yang dapat meringankan puasanya seperti berendam dengan air atau duduk di tempat yang dingin.

Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007

Artikel www.KonsultasiSyariah.com
-------------

Niat Puasa Ramadhan, Setiap Hari atau Sekali dalam Sebulan?

Apakah dalam bulan Ramadhan kita perlu berniat setiap hari ataukah cukup berniat sekali untuk satu bulan penuh?

Jawaban:
Cukup dalam seluruh bulan Ramadhan kita berniat sekali di awal bulan, karena walaupun seseorang tidak berniat puasa setiap hari pada malam harinya, semua itu sudah masuk dalam niatnya di awal bulan. Tetapi jika puasanya terputus di tengah bulan, baik karena bepergian, sakit dan sebagainya, maka dia harus berniat lagi, karena dia telah memutus bulan Ramadhan itu dengan meninggakan puasa karena perjalanan, sakit dan sebagainya.

Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
--------------

Haruskah Mengucapkan Niat Puasa Ramadan?

Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum. Dear Konsultasi Syariah, saya punya 2 pertanyaan tentang niat saum ramadan. Tolong dijawab per nomor, ya!
1. Ketika malam hari, saya dalam pikiran/terpikirkan bahwa besok saum ramadan. Apakah begitu sudah niat? Tidak bergerunyam di hati, “Niat saya saum ramadan besok karena Allah ta’ala.” Tapi, terpikirkan atau ingat saja bahwa besok saum ramadan. Apakah begitu sudah niat?
2. Ketika puasa sunnah, saya tidak bergerunyam di hati, “Niat saya saum sunnah hari Kamis karena Allah ta’ala.” Tapi, saya saum saja, tidak makan dan tidak minum. Apakah begitu sudah niat? Syukran (terima kasih, red.).
Ridho Amrullah (firewall.**@***.com)

Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh.
1. Inti niat adalah keinginan. Selama seseorang sudah memiliki keingingan yang pasti untuk melakukan satu amal tertentu maka dia sudah berniat. Tidak ada redaksi niat yang khusus, seperti yang Anda sebutkan, “Saya berniat puasa besok karena Allah.” Redaksi semacam ini tidak ada dalilnya. Karena itu, melafalkan niat semacam itu tidak perlu dilaksanakan.

2. Jika sebelumnya Anda sudah berkeinginan untuk berpuasa maka Anda sudah dianggap berniat. Akan tetapi, jika Anda tidak punya keinginan untuk berpuasa, kemudian di pagi hari, Anda tidak makan dan tidak minum bukan karena puasa, maka itu belum dinilai sebagai puasa karena Anda belum berniat.
Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
----------

Hukum Berenang Bagi Orang Puasa

Apa hukum berenang di pantai atau di kolam renang di siang hari Ramadhan?

Jawaban:
Kami katakan, tidak apa-apa orang yang sedang berpuasa berenang di pantai atau kolam renang. Baik itu kolam yang dalam ataupun yang dangkal, ia boleh berenang dan berendam sesukanya, hanya saja harus berusaha semampunya agar air tidak sampai masuk ke dalam tenggorokannya. Renang bisa menambah semangat dan membantunya dalam melaksanakan puasa. Apapun hal yang bisa menambah semangat dalam menaati Allah, maka itu tidak terlarang, karena hal tersebut dapat meringankan beban ibadah pada seorang hamba dan memudahkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman mengenai puasa,

يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran abgimu. Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.” (Qs. al-Baqarah: 185)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah bersabda,
إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ
“Sesungguhnya, agama ini mudah dan tidaklah seseorang berlebihan dalam menjalankan agama, kecuali ia akan terkalahkan.” (HR. al-Bukhari)

Dari itu, boleh berenang di kolam renang atau lainnya. Wallahu a’lam.
Syaikh Ibnu Utsaimin, Masa’il ‘an ash-Shiyam, Dar Ibnul Jauzi, hal. 32
Sumber: Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, Darul Haq, Cetakan VI, 2009
Dipublikasikan oleh www.KonsultasiSyariah.com
----------

Apakah Keluarnya Air Ketuban dapat Membatalkan Puasa?


Pertanyaan:
Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Ifta’ ditanya:
Seseorang wanita tengah hamil sembilan bulan saat bulan Ramadhan. Pada permulaan bulan Ramadhan tersebut wanita itu mengeluarkan cairan, cairan itu bukan darah dan dia tetap berpuasa saat cairan itu keluar, hal ini telah terjadi sepuluh tahun yang lalu. Yang saya tanyakan adalah apakah wanita itu diwajibkan untuk meng-qadha puasa, sebab saat mengeluarkan cairan itu ia tetap berpuasa?

Jawaban:
Jika kenyataannya seperti yang disebutkan, maka puasa wanita itu sah dan tidak perlu meng-qadha-nya (Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah lil Ifta’, 10/221, fatwa nomor 6549).
Sumber: Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Jilid 1, Darul Haq, Cetakan VI 2010
Dipublikasikan oleh www.KonsultasiSyariah.com
--------------

Apakah Kesaksian Palsu Membatalkan Puasa?


Pertanyaan:
Apakah kesaksian palsu itu? Dapatkah hal itu membatalkan puasa?

Jawaban:
Kesaksian palsu termasuk dosa besar. Kesaksian palsu adalah seseorang bersaksi terhadap sesuatu yang dia tidak mengetahui atau mengetahui yang sebaliknya. Kesaksian palsu tidak membatalkan puasa, tetapi dapat mengurangi pahalanya.
Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007
Dipublikasikan oleh www.KonsultasiSyariah.com
----------------

Apakah Berkata Kotor di Bulan Ramadhan Membatalkan Puasa?


Pertanyaan:
Apakah perkataan kotor di siang hari bulan Ramadhan dapat membatalkan puasa?

Jawaban:
Jika kita membaca firman Allah,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Qs. al-Baqarah: 183)

Kita tahu, bahwa hikmah kewajiban puasa adalah agar bertakwa dan menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah meninggalkan apa yang diharamkan. Secara mutlak takwa adalah menjalankan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, selalu mengerjakannya dan tidak meninggalkan kebodohan, maka Allah tidak akan memberikan pahala atas puasanya.” (HR. al-Bukhari)

Dari sini jelaslah bahwa orang yang berpuasa hendaknya menjauhi hal-hal yang diharamkan, baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan, sehingga dia tidak mencela manusia, tidak berdusta, tidak mengadu domba di antara mereka, tidak menjual barang haram, dan menjauhi semua perbuatan haram. Jika manusia mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa-apa yang dilarang selama sebulan penuh, maka jiwanya akan lurus pada bulan-bulan berikutnya.

Tetapi sayang, banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak membedakan antara hari puasa dengan hari berbuka mereka, sehingga mereka tetap melakukan kebiasaan yang biasanya mereka lakukan, seperti berkata kotor, berdusta, mencela dan sebagainya, tanpa merasa bahwa dirinya sedang menjalankan ibadah puasa. Memang semua perbuatan tercela itu tidak membatalkan puasa, tetapi dapat mengurangi pahalanya dan mungkin di hari perhitungan kelak pahala puasanya hilang sama sekali.

Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007
Dipublikasikan oleh www.KonsultasiSyariah.com
--------------

Hukum Makan Sahur Ketika Adzan Subuh

Pertanyaan:
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (Qs. al-Baqarah: 187)
Lalu, bagaimana hukum orang yang masih melanjutkan makan sahurnya atau minum ketika adzan Subuh atau sekitar seperempat jam setelahnya?

Jawaban:
Jika yang bertanya mengetahui bahwa waktu tersebut memang belum saatnya Subuh, maka tidak perlu qadha’, tapi jika ia tahu bahwa waktu tersebut telah masuk waktu Subuh, maka ia harus meng-qadha’-nya. Jika ia tidak tahu apakah ketika ia masih makan dan minum itu telah masuk waktu Subuh atau belum, maka tidak perlu meng-qadha’. Karena, hukum asalnya saat itu adalah masih malam (belum masuk waktu Subuh). Namun demikian, hendaknya seorang mukmin berhati-hati dalam menjaga puasanya dan menahan diri dari segala hal yang membatalkannya jika telah terdengar adzan, kecuali jika ia tahu bahwa adzan tersebut sebelum masuk waktu Subuh.

Fatawa ash-Shiyam, Lajnah Da’imah, hal. 23.
Sumber: Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, Darul Haq, Cetakan VI, 2009
Dipublikasikan oleh www.KonsultasiSyariah.com
-------------

Haid Datang Sebelum Adzan Magrib ketika Puasa

Pertanyaan:
Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Ifta’ ditanya:
Seorang wanita tengah berpuasa, beberapa saat sebelum adzan Maghrib ia mendapatkan haid, apakah ia harus membatalkan puasanya?

Jawaban:
Jika haid datang beberapa saat sebelum Maghrib, maka puasanya batal dan ia diwajibkan meng-qadha puasa pada hari itu di hari lain, akan tetapi jika haid itu datang setelah terbenamnya matahari, maka puasanya sah dan tidak wajib baginya meng-qadha puasa tersebut.
Sumber: Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Jilid 1, Darul Haq, Cetakan VI, 2010
Dipublikasikan oleh: KonsultasiSyariah.com
-------------

Merasa Ada Darah, Namun Belum Keluar Sebelum Matahari Terbenam


Pertanyaan:
Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya:
Jika seorang wanita merasakan adanya darah dan darah itu belum keluar sebelum terbenamnya matahari, atau ia merasakan sakit yang biasanya ia alami pada masa haid, apakah puasanya itu sah ataukah ia harus meng-qadha puasanya pada hari itu?


Jawaban:
Jika seorang wanita suci merasakan akan datang masa haidnya saat ia puasa, akan tetapi darah itu tidak keluar kecuali setelah terbenamnya matahari, atau ia merasakan sakit haid akan tetapi darah haid itu belum keluar, kecuali setelah terbenamnya matahari, maka puasanya pada hari itu adalah sah dan tidak ada ketetapan meng-qadha puasa pada hari itu jika ia sedang melaksanakan puasa wajib, dan jika ia sedang melaksanakan puasa sunnat, maka kondisi itu tidak menghilangkan pahala puasanya.
Sumber: Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Jilid 1, Darul Haq, Cetakan VI, 2010
Dipublikasikan oleh: KonsultasiSyariah.com
----------------

Pembatal Puasa, Mimisan?


Pertanyaan:
Apakah mimisan dapat membatalkan puasa?


Jawaban:
Mimisan tidak membatalkan puasa walaupun banyak, karena perisitwa itu terjadi tanpa disengaja.
Sumber: Tuntunan Tanya Jawab Akidah, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji (Fatawa Arkanul Islam), Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Darul Falah, 2007
Dipublikasikan oleh: KonsultasiSyariah.com
----------------

Sumber : http://konsultasisyariah.com






Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Rohis Facebook

Posting Komentar

Terima Kasih banyak atas saran dan kritiknya.

Sama seperti peraturan yang dibuat oleh para blogger pada umumnya.., cuma disini saya harapkan agar para pengunjung untuk lebih fokus pada artikel kami yang bertemakan Agama (Islam), khususnya untuk saudara-saudari kami yang Muslim dan Muslimah.

0. Yang OOT silahkan masuk ke menu Buku Tamu/Blogwalking!
1. Komentar yang berbau JUDI/TOGEL, Porno tidak akan di Moderasi!
2. Komentar yang berbau JUDI/TOGEL, Porno tidak akan di Moderasi!
3. Harus Sopan
4. Admin tidak meladeni Debat kusir
5. Bercanda gk boleh ada unsur pornonya dan unsur Bohongnya
6. Silahkan melampirkan link Mati, gk boleh link hidup