Home » » Fenomena Vickynisasi dan Nasib Bahasa Indonesia

Fenomena Vickynisasi dan Nasib Bahasa Indonesia


Oleh: Muhammad Nahar Rasjidi

Guru Bahasa

Nama Vicky Prasetya mendadak menjadi terkenal di seluruh dunia maya. Mantan tunangan seorang penyanyi dangdut itu menjadi terkenal disebabkan wawancara dengannya diunggah ke situs video sharing Youtube. Tanpa ada beban sedikitpun, Vicky mengeluarkan kata-kata ajaib dan tata bahasa gado-gadonya saat diwawancarai. Kata-kata dan frase-frase seperti “kontroversi hati”, “konspirasi kemakmuran”, “harmonisasi”, hingga “kudeta keinginan” dan lain sebagainya. Maka, tidak mengherankan jika di dunia maya, nama Vicky banyak dibicarakan, dijadikan lelucon dan olok-olok dan bahkan dibullyhabis-habisan.

Namun, tanpa disadari fenomena Vickynisasi seperti itu sudah lama terjadi dalam kehidupan kita. Hanya saja, kita tidak menyadari semua itu karena sudah terlalu terbiasa. Sebagai contoh kecil, masih banyak diantara kita yang lebih sering menggunakna kata“merubah” dan bukan kata “mengubah”. Padahal, yang benar adalah kata “mengubah” dan bukan “merubah”. Contoh lainnya adalah, seperti yang pernah menjadi trend beberapa waktu yang lalu, penggunaan kata “secara” yang tidak pada tempatnya. Makna kata“secara” saat itu sempat berubah menjadi seperti kata “adalah”, sebagaimana sering diucapkan oleh mereka yang menyebut dirinya “anak gaul” (secara gue itu anak gaul gitu loch; secara kamu itu kan temanku dan lain sebagainya). Mereka yang lahir di dekade tahun 1960an dan 1970an dan tumbuh dewasa di era Orde Baru mungkin akrab dengan penggunaan kata “daripada” yang juga sebenarnya salah tempat. Namun, karena yang menggunakan adalah orang yang paling berkuasa saat itu, maka sepertinya tidak ada yang berani mengoreksi.

Susunan kalimat dalam bahasa kita, meskipun sebenarnya sudah memiliki bentuk baku, masih saja sering dipergunakan secara salah dan kurang efektif. Bahkan kesalahan-kesalahan tersebut masih bisa kita temukan dalam bahasa tulisan, yang seharusnya sudah melalui proses editing yang ketat sebelum diterbitkan.

Sebagai contoh, mari kita lihat kalimat berikut ini:

“Bagi pekerja kantoran, duduk terlalu lama atau bekerja di depan komputer selama seharian, sudah dipastikan dapat menurunkan stamina dan daya tahan, sehingga dapat memberi dampak negatif terhadap produktivitas mereka dari waktu ke waktu. Tapi sebuah studi menemukan hal ini dapat ditanggulangi dengan makan siang di meja kerja.”

Boleh percaya boleh tidak, kalimat tersebut saya temukan di sebuah situs berita online yang cukup banyak dikunjungi para pengakses dunia maya ini. Yang mau tahu situsnya di mana, silakan mencarinya sendiri dengan bantuan Google.

Bandingkan dengan kalimat dengan isi berita yang sama namun sudah diedit berikut ini:

“Pekerja kantoran, yang menghabiskan banyak waktu sambil duduk di depan komputer, stamina dan daya tahan tubuhnya pasti akan menurun. Penurunan kondisi kesehatan tersebut dapat memberi dampak negatif terhadap produktivitas kerja mereka dari waktu ke waktu. Namun, hal ini dapat ditanggulangi dengan makan siang di meja kerja, sebagaimana ditemukan dalam sebuah studi.”

Meskipun isi kedua kalimat itu sama saja, namun kita dapat membandingkan mana yang lebih nyaman kita baca dan lebih mudah kita pahami isinya. Bahkan, hampir bisa dikatakan bahwa kalimat kedua di atas adalah kalimat yang ditulis ulang dari kalimat pertama, bukan sekedar diedit.

Maka, yang mengolok-olok gaya bahasa dan istilah-istilah ajaib yang digunakan oleh Vicky mungkin sebaiknya lebih berhati-hati. Jangan-jangan yang sedang kita olok-olok itu adalah diri kita sendiri. ”Menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri” demikian kata pepatah lama kita.

Semoga bermanfaat

Sumber:
http://www.islampos.com
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Rohis Facebook